Mewujudkan Pertanian Cerdas Iklim: Perjuangan Komunitas di Tengah Keterbatasan

Dusun Temon, Desa Giripurwo , Kecamatan Purwosari , Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia.

 

Proses dan Tantangan

Seiring dengan terus berubahnya pola cuaca akibat perubahan iklim dan meningkatnya kelangkaan air, komunitas pertanian di seluruh dunia dipaksa untuk berinovasi. Bagi wilayah dengan curah hujan yang tidak menentu dan topografi yang menantang, pengelolaan air yang inovatif dan efektif sangat penting untuk memastikan keberlanjutan pertanian dalam jangka panjang. Salah satu inovasi yang dikembangkan adalah Sistem Irigasi Kabut Cerdas dengan Pemanenan Air Hujan, sebuah upaya yang berfokus pada optimalisasi konservasi air di daerah yang mengalami kekeringan. Namun, penerapan sistem ini tidaklah mudah, terutama di wilayah dengan kondisi geografis yang menantang, seperti di Dusun Temon, di mana faktor musiman dan geografis menambah tingkat kompleksitas dalam proses konstruksi.

Pembangunan Sistem Irigasi Kabut Cerdas dengan Pemanenan Air Hujan di Dusun Temon mencerminkan tantangan dalam mengatasi kelangkaan air melalui infrastruktur yang inovatif namun tetap realistis. Salah satu tantangan utama dalam pembangunan sistem ini adalah karakteristik geologis wilayah tersebut. Dusun Temon berada di atas tanah lahan karst yang didominasi oleh batu kapur yang sangat berpori, berbatu, dan tidak rata. Kondisi ini membuat pekerjaan pondasi dan penggalian menjadi sangat sulit, karena medan berbatu menghambat proses penggalian, pembangunan dan instalasi. Selain itu, lokasi sistem irigasi yang berada di perbukitan menambah kesulitan dalam pengangkutan bahan bangunan. Mengangkut material seperti semen, pipa, dan peralatan ke atas bukit melalui medan berbatu memerlukan usaha ekstra dan menjadi tantangan tersendiri.

Tantangan semakin bertambah karena pembangunan berlangsung pada musim hujan. Hujan yang turun secara teratur tidak hanya membuat tanah menjadi licin dan berbahaya, tetapi juga meningkatkan risiko cedera akibat batu-batu tajam yang basah. Seperti yang dijelaskan oleh Suwarno, seorang petani dari kelompok Rukun Santoso, "Karena ini musim hujan, kondisi yang licin meningkatkan risiko, dan batu-batu tajam yang basah juga bisa melukai tangan." Selain masalah keselamatan pekerja, hujan juga menimbulkan tantangan teknis, air hujan dapat mengganggu proses pengeringan semen, sehingga kelompok tani harus mengambil pencegahan ekstra, seperti menutup area yang telah disemen agar tidak terkikis. Langkah tambahan ini meningkatkan beban kerja serta memperpanjang waktu penyelesaian konstruksi.

 

Gambar 1. Tandon air untuk menampung air hujan

Hambatan besar lainnya adalah pengangkutan tangki air ke lokasi pembangunan. Karena topografi yang berbukit, penggunaan alat mekanis tidak memungkinkan, sehingga para petani tidak memiliki pilihan lain selain mengandalkan tenaga manual. Di titik yang paling curam dan berbatu, tangki air harus dibawa secara manual, sedangkan di bagian yang lebih landai, batang kayu digunakan sebagai struktur penyangga sementara untuk membantu mendistribusikan beban.

Selain itu, berjalan melintasi lahan yang telah diolah menimbulkan tantangan tersendiri. Jumlah orang yang terlalu banyak dapat merusak tanaman dan mengurangi hasil panen di area tersebut. Untuk mengatasi hal ini, kelompok petani mengembangkan solusi adaptif—memindahkan air saat hujan turun. Dengan cara ini, tanaman dapat melentur sementara di bawah pijakan tanpa patah dan memiliki kemungkinan untuk pulih setelah hujan berhenti, sehingga kerusakan tanaman dapat diminimalkan.

 

Gambar 2. Sistem Internet of Things (IoT)

Tantangan lain yang dihadapi adalah keterbatasan konektivitas internet untuk CCTV. Meskipun desa ini sudah memiliki akses internet, konektivitas yang tersedia tidak mencukupi untuk pemasangan CCTV yang memerlukan kecepatan minimal 5 Mbps. Saat ini, wilayah tersebut hanya mampu menyediakan kecepatan sebesar 1 Mbps.

Penggunaan CCTV sangat penting untuk mengamankan perangkat IoT dan memungkinkan para petani untuk memantau kondisi secara real-time serta memastikan sistem irigasi berfungsi dengan baik ketika tiba waktunya untuk menyiram tanaman. Saat ini, solusi atas permasalahan ini masih dalam tahap pertimbangan dan pencarian solusi yang tepat.

Meskipun menghadapi berbagai kendala yang signifikan, pembangunan Sistem Irigasi Kabut Cerdas dengan Pemanenan Air Hujan merupakan langkah penting menuju pengelolaan air yang berkelanjutan di wilayah ini. Proyek ini tidak hanya menunjukkan ketahanan dan kreativitas para petani setempat, tetapi juga menegaskan pentingnya pengembangan infrastruktur pertanian cerdas iklim yang sesuai dengan kondisi lingkungan. Komitmen mereka untuk membangun masa depan yang tangguh menjadi sumber inspirasi, mengingatkan kita bahwa dengan menerapkan praktik berkelanjutan dan memperkuat kolaborasi komunitas, kita dapat menciptakan dunia di mana sektor pertanian tetap berkembang dalam menghadapi perubahan iklim.

 
---------------
Penulis: Nanda Annisa Husni - Staf Informasi dan Komunikasi