Sistem Irigasi Kabut Pintar dengan Pemanenan Air Hujan: Solusi Berkelanjutan untuk Pertanian yang Tahan Terhadap Perubahan Iklim

Dusun Temon, Desa Purwosari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia.

 

Wilayah karst Gunungkidul memiliki tantangan unik bagi pertanian, terutama terkait keterbatasan sumber daya air. Kondisi tanah kapur yang berpori menyebabkan tidak adanya mata air alami maupun air tanah yang mudah diakses. Situasi ini diperparah oleh perubahan iklim, yang mengakibatkan musim kemarau berkepanjangan dan membuat biaya irigasi melonjak tinggi. Akibatnya, banyak petani terpaksa meninggalkan ladang mereka, mengancam keberlanjutan mata pencaharian mereka.

Hasil survei baseline mengenai sistem irigasi kabut di Dusun Temon, Kalurahan Giripurwo, memberikan gambaran tentang tantangan, kebutuhan, dan potensi dalam pengelolaan air pertanian di wilayah ini. Survei yang melibatkan 26 responden, mayoritas anggota kelompok tani dengan profesi utama sebagai petani, buruh tani, atau peternak, mengidentifikasi masalah utama seperti kekeringan, serangan hama, dan keterbatasan modal. Keterbatasan sumber daya air yang memadai juga menjadi hambatan besar dalam pengelolaan air yang optimal untuk pertanian.

 

Gambar 1. Area pertanian yang merupakan tanah kapur berpori

Tantangan-tantangan tersebut berdampak signifikan terhadap pendapatan petani, terutama saat musim kemarau ketika aktivitas pertanian terhenti. Oleh karena itu, diperlukan solusi inovatif yang dapat melindungi masyarakat yang paling berisiko dan menciptakan ketahanan yang lebih baik.

 

 

Gambar 2. Prototipe Sistem Irigasi Kabut Pintar dengan Pemanenan Air Hujan

 

Sistem Irigasi Kabut Cerdas dengan Pemanenan Air Hujan merupakan teknologi inovatif yang dirancang untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air dalam pertanian, terutama di daerah yang memiliki ketersediaan air terbatas. Sistem ini bekerja dengan menyemprotkan air dalam bentuk partikel halus (kabut), yang dapat meningkatkan kelembaban mikro di sekitar tanaman, mengurangi penguapan, serta memastikan distribusi air yang lebih merata dan efisien. Dibandingkan dengan metode irigasi tradisional seperti irigasi permukaan atau tetes, irigasi kabut mampu menghemat air hingga 50% karena penggunaan air yang lebih terkendali dan minimalisasi kehilangan akibat aliran permukaan atau infiltrasi berlebih. 

Selain itu, sistem ini dikombinasikan dengan sensor kelembaban tanah dan otomatisasi berbasis IoT (Internet of Things) sehingga penyiraman dapat disesuaikan secara real-time dengan kebutuhan tanaman. Keunggulan lainnya adalah kemampuannya dalam meningkatkan kualitas pertumbuhan tanaman, terutama untuk tanaman hortikultura seperti cabai, tomat, dan melon yang membutuhkan tingkat kelembapan optimal. Dengan memanfaatkan energi terbarukan seperti panel surya, irigasi kabut pintar juga menjadi solusi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan bagi sektor pertanian modern.  

 

Gambar 3. Aliran air dalam Sistem Pemanenan Air Hujan

Gambar 4. Instalasi IoT (Internet of Things)

 

Implementasi sistem ini sangat relevan di wilayah kering seperti Dusun Temon, Desa Giripurwo, Gunung Kidul, di mana sumber air terbatas namun potensi pertanian masih besar. Oleh karena itu, irigasi kabut pintar menjadi pilihan efektif untuk meningkatkan produktivitas pertanian, mengurangi pemborosan air, serta membantu petani dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Dengan mengurangi ketergantungan pada sumber air berbayar yang mahal dan meningkatkan efisiensi penggunaan air, sistem ini tidak hanya membantu meningkatkan hasil pertanian tetapi juga membuka peluang bagi petani untuk memperoleh pendapatan yang lebih stabil. Inovasi ini merupakan langkah strategis menuju praktik pertanian yang lebih berkelanjutan, adaptif, dan tangguh terhadap perubahan lingkungan.

 
-----------
Penulis: Nanda Annisa Husni - Staf Informasi dan Komunikasi