
COP29 (Conference of Parties ke-28) yang pada tahun ini diadakan di Baku, Azerbaijan adalah salah satu proses di bawah PBB yang dilakukan untuk mengumpulkan para pemimpin dunia, para ahli, organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan dunia usaha untuk mengambil langkah mengatasi perubahan iklim dan menahan laju kenaikan suhu bumi di bawah 1,5 derajat Celcius.
Konferensi tingkat tinggi yang diadakan setiap tahun ini tidak jarang mendatangkan kritik atas penyelenggaraannya, mulai dari biaya operasional yang tinggi dan kontra-produktif, hingga keputusan yang dinilai tidak efektif untuk mengatasi persoalan mendesak berkaitan dengan krisis iklim. Maka dari itu, YAKKUM Emergency Unit mengambil langkah strategis dalam partisipasinya.
Gambar 1. “stunt” atau aksi kampanye Gender dalam Perubahan Iklim
Dalam konferensi yang disebut sebagai “Finance COP” ini, YEU dengan mandat kemanusiaan dalam pengelolaan bencana dan adaptasi perubahan iklim di tingkat lokal mendorong komitmen aktor global dan nasional untuk berpihak kepada masyarakat yang terdampak dan mendorong aktor di tingkat nasional untuk menterjemahkan kebijakan dan kesepakatan menjadi kerangka kerja yang terukur, efektif, dan akuntabel. Dengan “badge observer” YEU mengoptimalkan partisipasi dengan berkolaborasi bersama jejaring ACTAlliance dan Huairou Commission untuk menyampaikan pesan advokasi melalui berbagai side event misalnya diskusi implementasi Pendanaan Adaptasi dan pengembangan mekanisme Loss and Damage di Indonesia serta “stunt” atau aksi kampanye Gender dalam Perubahan Iklim.
Dokumen kesepakan yang dihasilkan oleh para pihak termasuk termasuk kesepakatan pendanaan yang baru atau NCQG dan kesepakatan pasar karbon internasional (Article 6 of Paris Agreement). Walaupun negosiasi para pihak menghasilkan kesepakatan untuk 2 topik utama tersebut, namun keputusan ini mengecewakan banyak pihak karena target pendanaan tidak mencapai jumlah yang diharapkan untuk dapat mengurangi risiko dan mengatasi dampak perubahan iklim secara efektif di mana jumlah baru yang disepakati untuk mendanai negara berkembang hanya naik 200 juta USD dari 100 juta USD menjadi 300 juta USD per tahun pada 2030 dan target total jumlah pendanaan dari berbagai sumber publik dan swasta menjadi 1,3 triliun USD per tahun pada 2030.
2. Dialog Antar Generasi: Iman dalam Tindakan
Selain itu, dokumen lain yang didiskusikan antara lain Santiago Network on Loss and Damage, Global Stocktake, Renewed Nationally Determined Contribution, Global Goal on Adaptation, dan Lima Work Programe on Gender. Dokumen Rencana Aksi Gender telah disepakati untuk diperpanjang menjadi 10 tahun periode implementasi sehingga monitoring dan evaluasi akan mulai dilakukan pada COP selanjutnya. Melihat aspek gender di dalam dokumen pendanaan dan kerangka kerja, YEU meyakini bahwa pengakuan terhadap keberagaman pengalaman perempuan, partisipasi yang bermakna, penggunaan data gender, dan perubahan sistematis perlu menjadi fokus yang diakomodir dan dimaknai secara holistic untuk memastikan hak asasi manusia dan keadilan iklim untuk semua.
Selain pada skala internasional, mengamati dan mengawasi bagaimana kesepakatan dan kebijakan iklim diturunkan menjadi kerangka kerja nasional adalah upaya partisipatif untuk terlibat dalam diskusi ini. Melalui utusan khusus presiden Indonesia untuk energi dan lingkungan, Hashim Djojohadikusumo, Indonesia menyampaikan kebijakan hijau-nya antara lain pengembangan pembakit listrik sebesar 100GW sampai 2040 dengan 75% penggunaan energi terbaharukan, pengembangan proyek penyimpanan karbon (CCS dan CCUS), penawaran 577 juta karbon terverifikasi ke dunia, dan reforestasi 12,7 juta hektar lahan yang rusak.
Kebijakan Indonesia masih didominasi pada sektor mitigasi melalui pengelolaan energi dan karbon namun belum banyak menyentuh sektor adaptasi. Meskipun program pendanaan adaptasi melalui skema seperti Adaptation Fund, Green Climate Fund, dan ICCTF telah dijalankan, namun dari dari skala pendanaan dan hasil efektifitas pelaporan, program ini belum menjadi prioritas yang didiskusikan dalam side event dan kerangka kerja nasional. Maka, dalam konteks ini, YEU berkomitmen untuk secara proaktif dan kolaboratif mendorong terciptanya kebijakan efektif dan implementasi yang konkrit untuk merespons dampak dan mengurangi risiko krisis iklim di tingkat lokal.
Melalui kerja-kerja bersama masyarakat dan komunitas lokal seperti implementasi aksi antisipatif, kesiapsiagaan bencana hidrometeorologi, inovasi dalam PRB, dan kemitraan bersama kelompok perempuan dalam adaptasi perubahan iklim, serta advokasi yang dilakukan melalui implementasi dan diskusi ProKlim bersama Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Lembaga yang relevan, penyusunan surat negosiasi dalam COP bersama jejaring yang ditujukan kepada Tim Delegasi Indonesia, dan partisipasi dalam diskusi penyusunan Rencana Aksi Nasional Gender untuk Perubahan Iklim, YEU ingin memastikan bahwa data dan bukti dampak krisis iklim dan aksi iklim yang diinisiasi oleh masyarakat dan komunitas lokal diakui dan menjadi rujukan dalam proses pengambilan keputusan.
Dengan melihat fakta di lapangan bahwa dampak krisis iklim telah dirasakan, semakin parah dan besar, kolaborasi yang kuat dan efektif dari berbagai pihak dan elemen di dalam sistem menjadi peran kritis yang harus diambil dan diawasi. Melangkah kedepan, YEU akan memperkuat perannya secara strategis untuk mendorong kebijakan dan pendanaan menyasar ketimpangan diberbagai aspek yang dapat memungkinkan masyarakat yang berisiko, seperti orang dengan disabilitas, permepuan, anak perempuan, dan kelompok marginal lainnya untuk memiliki kapasitas untuk mengatasi krisis serta berkontribusi pada perubahan yang transformatif. Poin lain yang harus dikerjakan bersama jejaring dan aktor lainnya adalah memastikan bahwa langkah yang diambil untuk mengatasi krisis iklim dalam berbagai aspek dilakukan secara konkrit, produktif, dan akuntabel sehingga tidak memperparah dampak yang telah dialami oleh masyarakat.
Tentu saja, perjalanan masih panjang dan situasi semakin mendesak. Memastikan bahwa aksi dan praktik baik lokal yang diinsiasi oleh masyarakat dan komunitas mendapatkan pengakuan dan discaling up untuk manfaat yang lebih besar dan efektif serta mendorong pihak yang berwenang, termasuk pemerintah untuk menjalankan kerangka kerja yang akuntabel menjadi prioritas utama sembari memastikan bahwa masyarakat lokal membangun ketangguhannya dengan dukungan yang layak dan terinformasi risiko. Maka dari itu, menjawab salah satu kebutuhan utama yang disampaikan oleh pemerintah Indonesia dalam presentasinya, sejalan dengan mandat YEU yang bekerja bersama masyarakat, YEU berkomitmen untuk mendorong kesadaran masyarakat dan berbagai stakeholder melalui literasi perubahan yang aksesibel, kesadaran akan kesiapsiagaan melalui pengembangan peringatan dini yang efektif, dan kesadaran untuk membangun ketangguhan melalui aksi adaptasi yang sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas lokal. Upaya ini membutuhkan dukungan sehingga kolaborasi bersama berbagai pihak dibutuhkan untuk memastikan intervensi yang terukur, efisien, efektif, dan akuntabel untuk menciptakan keadilan untuk semua.
Media Sosial
@yakkumemergency
yakkumemergency
@YEUjogja