Keluarga Sebagai Pilar Kekuatan: Menghadapi Keterbatasan dan Erupsi Gunung Ruang

Di tengah guncangan alam yang tak terduga, ada kisah ketangguhan yang menginspirasi. Opa Alden Stirman, kakek berusia 66 tahun, telah menjadi simbol perjuangan dan harapan bagi keluarganya. Selama hampir belasan tahun, Opa Maka sebutan akrabnya di Kampung Mahangiang berjuang melawan penyakit stroke kronis yang mengubah hidupnya. Sejak berusia 50 tahun, ia terpaksa berbaring di tempat tidur, terkurung dalam batasan mobilitas yang ketat. Penyakit ini tidak hanya merenggut kekuatannya, tetapi juga menjadikannya sangat bergantung pada keluarga.

 

Opa Maka adalah sosok yang penuh semangat dan cinta. Bersama istrinya, Oma Oda, mereka menanam ubi, singkong, cengkih, dan pala. Kehidupan mereka sederhana, namun dipenuhi tawa dan kebahagiaan. Namun, penyakit liver yang dideritanya memaksa Opa Maka untuk rutin mengonsumsi obat-obatan dan melakukan perjalanan jauh ke Manado dan Amurang untuk berobat. Di tengah perjuangan tersebut, anak-anaknya yang masih muda berusaha membantu ekonomi keluarga dengan bekerja sebagai kuli bangunan, sementara sang istri menjajakan kue-kue tradisional keliling kampung.

 

Pada tanggal 17 April 2024, saat Gunung Ruang erupsi, keluarga Opa Maka dilanda kepanikan. Suasana yang awalnya tenang mendadak berubah ketika warga berbondong-bondong datang untuk memberi tahu tentang aktivitas gunung tersebut. Ketakutan melanda, tetapi Opa Maka dan Oma Oda, dengan segala keterbatasan fisik dan usia, memilih untuk tetap berada di rumah. Namun, beruntunglah mereka, karena warga kampung bersatu untuk melindungi dan membantu Opa dan Oma selama kejadian berlangsung. Cucu mereka dari Kampung Kisihang datang mengevakuasi Opa Maka menggunakan motor menuju tempat yang lebih aman.

 

Keesokan harinya, tepat 18 April 2024, anak dan cucu dari keluarga Stirman telah berunding untuk membawa Opa dan Oma ketempat yang lebih aman. Opa Maka diantarkan oleh cucunya dari Pelabuhan Tagulandang menuju Kota Bitung, Sulawesi Utara, tempat salah satu anaknya tinggal. Awalnya, Opa dan Oma menolak, tetapi melihat kondisi Opa yang semakin memprihatinkan, Oma akhirnya setuju. Sesampainya di Pelabuhan Kota Bitung pada tanggal 20 April 2024, Opa Maka mengalami penurunan kesehatan yang drastis. Keluarga panik dan segera membawanya ke Rumah Sakit Angkatan Laut di Bitung. Setelah menjalani perawatan, Opa dinyatakan bisa pulang, tetapi keluarga mengusulkan agar mereka tinggal di Amurang untuk lebih dekat dengan anak-anaknya.

 

Tiga bulan berlalu, Opa dan Oma merasakan kehidupan yang tenang di Amurang. Namun, Opa merasa rindu dengan rumahnya di Kampung Mahangiang. Setelah beberapa kali mengalami penurunan kesehatan saat akan kembali, akhirnya pada awal Juli, mereka resmi kembali ke Tagulandang.

 

Setelah kembali ke Kampung Mahangiang, Opa Maka dan Oma Oda merasakan beban yang sedikit terangkat. Di tengah ketegangan yang ada dan trauma yang mereka alami pasca erupsi Gunung Ruang, mereka diberitahu tentang adanya bantuan dari YEU (YAKKUM Emergency Unit) yang siap memberikan dukungan berupa sembako dan perlengkapan hunian, seperti terpal, selimut, tikar dan tali. Informasi ini bagaikan seberkas cahaya dalam kegelapan.

 

Bagi keluarga Stirman, keterbatasan fisik dan kesehatan Opa Maka bukanlah penghalang untuk meraih harapan baru. Meskipun Opa harus bergantung pada kursi roda dan tak bisa bergerak leluasa, semangatnya untuk hidup tetap menyala. Keluarga mereka yang telah melalui banyak cobaan, bersatu untuk mendukung satu sama lain. Bantuan dari YEU bukan hanya sekadar materi, tetapi juga simbol bahwa mereka tidak sendirian dalam perjuangan ini. 

 

Kisah Opa Maka dan keluarganya mengajarkan kita bahwa dalam setiap kesulitan, selalu ada harapan yang bisa ditemukan. Keterbatasan fisik dan kesehatan tidak menghalangi mereka untuk terus berjuang dan saling mendukung. Dukungan dari keluarga dan masyarakat menjadi penyemangat bagi Opa Maka. Bantuan dari YEU, menunjukkan bahwa solidaritas dan kepedulian masyarakat dapat mengubah hidup seseorang. Dalam perjalanan ini, Opa Maka dan Oma Oda menemukan bahwa cinta keluarga dan dukungan dari komunitas adalah kekuatan yang tak ternilai. 

 
----------
 
Penulis: Tarisa Putri Adang - Staf Informasi dan Komunikasi