Memahami Kerentanan dan Kapasitas Masyarakat Melalui Kajian Risiko Bencana Berbasis Komunitas

Yogyakarta - Participatory Vulnerability and Capacity Assessment (PVCA) atau Kajian Risiko Bencana Komunitas merupakan alat yang digunakan untuk memetakan kerentanan, kapasitas dan ancaman suatu komunitas dan wilayah. Pemetaan Kajian Risiko Bencana yang partisipatif diperlukan guna memotret kondisi wilayah secara nyata serta mampu memetakan kebutuhan, peran dan langkah tindak lanjut yang akan dilakukan oleh kelompok sasaran dalam pelaksanaan Community Resilience Partnership Program (CRPP). Pemetaan Kajian Risiko Bencana telah dilakukan di lima kelompok dampingan yaitu Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Kalurahan Mertelu, PKK Jurangjero, Kelompok Wanita Tani (KWT) Rejeki Laris, KWT Tani Manunggal, dan KWT Kartika Sari pada 16-19 Juni 2024. Kegiatan ini bertujuan memunculkan suatu gagasan inisiatif dalam menghadapi kerentanan di wilayah masyarakat dampingan.

Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini antara lain mendapatkan gambaran riil tentang kondisi wilayah saat ini, terpetakan aktor dan peran di masing-masing wilayah dan adanya rencana aksi dan tindak lanjut di masing-masing kelompok dampingan serta rumusan hasil Kajian Risiko Bencana terkait iklim di masing-masing wilayah kelompok dalam perspektif kelompok perempuan.

Kemarau Panjang, Isu Kekeringan, dan Monyet Ekor Panjang 

Gambar 1. Salah satu peserta PVCA menuliskan kerugian ekonomi akibat kekeringan

 

Berdasarkan hasil kajian di lima kalurahan tersebut, bencana kekeringan dan kemarau menjadi  isu prioritas yang ingin ditanggapi masyarakat. Kekeringan sendiri memiliki dampak terhadap infrastruktur, yaitu jalan dan bangunan yang rusak. Selain itu, kekeringan berdampak pada kesehatan dan mata pencaharian masyarakat, seperti timbulnya penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), iritasi bagi anak-anak, lansia, dan kelompok rentan lainnya, lahan pertanian yang kering, gagal panen dan sebagainya. 

Bencana kekeringan memiliki sensitivitas tersendiri bagi rumah tangga dengan pendapatan rendah karena mengharuskan mereka memiliki pengeluaran tambahan guna membeli air seharga Rp 150.000 sampai dengan Rp 350.000 per tanki. Hal tersebut diperparah dengan dampak gagal panen dan gagal beternak akibat kekeringan yang mengurangi pemasukan mereka, sehingga diperlukan upaya mencari mata pencaharian alternatif guna memastikan pemasukan tambahan untuk keuangan rumah tangga. 

Monyet ekor panjang, sebagai salah satu hewan yang statusnya dilindungi, telah menjadi ancaman bagi petani di Gunungkidul, khususnya di lima kalurahan yang telah melakukan kajian ini. Perubahan iklim dan berkurangnya pasokan makanan di habitat mereka telah merubah perilaku mereka dengan mencari makan di lahan pertanian masyarakat. Serangan hama monyet ekor panjang ini berlangsung sejak sebelum tahun 2019 dan meningkat di sekitar tahun 2023. Kerugian yang dirasakan petani saat ini, selain gagal panen akibat kekeringan, adalah menurunnya jumlah produksi hasil pertanian akibat serangan monyet ekor panjang. 

 

Aksi Ketangguhan Masyarakat Hadapi Kekeringan dan Krisis Monyet Ekor Panjang

A group of women sitting at a table with sticky notesDescription automatically generated

Gambar 2. Peserta menganalisis kondisi untuk menentukan tindakan aksi ketangguhan

Berdasarkan hasil PVCA yang telah dilakukan di lima kalurahan, masyarakat memiliki rencana aksi ketangguhan dalam mengurangi dampak kerentanan tersebut. Beberapa di antaranya seperti konservasi telaga dengan reboisasi dan pengerukkan di lokasi yang memiliki telaga. Sedangkan di kalurahan yang sumber airnya berasal dari Perusahaan Air Minum (PAM) membutuhkan bantuan pemipaan ke dusun-dusun yang belum terjangkau akses air. Peserta merekomendasikan Penampungan Air Hujan (PAH) komunal di beberapa titik di kalurahan untuk memudahkan masyarakat mengambil air dan mempermudah ketika distribusi air menggunakan tangki. 

Dalam sektor ekonomi, masyarakat merekomendasikan pelatihan pertanian adaptif iklim. Beberapa kalurahan, seperti Girimulyo dan Mertelu merekomendasikan penyediaan sumber makanan di hutan bagi monyet ekor panjang sehingga mereka tidak mendatangi lahan masyarakat. Selain itu, mereka merekomendasikan pelatihan pembuatan pakan alternatif agar senantiasa dapat memenuhi ketersediaan pakan ternak selama masa kering yang panjang.