
Ketangguhan dalam menghadapi bencana tidak serta merta ditunjukkan dengan menolong masyarakat terdampak, namun juga diri sendiri. Seperti halnya Aslimah, yang merupakan anggota Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Pakembinangun. Ia merupakan salah satu penyandang disabilitas fisik dari Kalurahan Pakembinangun. Pada saat erupsi tahun 2010 ia berinisiatif untuk segera melakukan evakuasi mandiri ke tempat yang lebih aman. Hal itu dilakukannya berdasarkan instruksi untuk mengungsi ketika status gunung Merapi naik menjadi Level Siaga.
“Waktu erupsi tahun 2010 instruksi yang diberikan untuk mengungsi sangat cepat. Sadar akan risiko yang saya miliki, saya mengungsi terlebih dahulu ke rumah teman saya yang ada di Mlati. Sekitar dua bulan lamanya, saya mengungsi di sana. Selama mengungsi, saya mendapatkan bantuan dari pemerintah. Namun mata pencaharian saya sempat terputus beberapa bulan. Dua bulan pascaerupsi, saya baru bisa berjualan akar wangi lagi di Tlogo Putri”, terang Aslimah
Selain itu salah satu alasannya untuk mengungsi secara mandiri karena menurut informasi dari teman-temannya, pengungsian di Maguwoharjo itu tidak aksesibel bagi kelompok difabel. Kondisi tempat pengungsian komunal yang ramai, dan tidak bersekat membuat Aslimah merasa tidak nyaman dan tidak aman. Terlebih lagi kamar mandi yang tersedia juga sedikit dan tidak aksesibel bagi kelompok dengan kebutuhan khusus. Oleh sebab itu, ia lebih memilih mengungsi di tempat temannya, agar lebih mudah untuk mengurus diri.
Sebelum mengenal YEU dan terlibat dalam FPRB, ia belum begitu mengenal hal-hal terkait advokasi bagi kelompok difabel dalam hal kebencanaan. Sejak FPRB Pakembinangun diaktifkan kembali, ia melihat ada kesempatan bagi kelompok difabel untuk mendapatkan hak yang setara, khususnya terkait pengurangan risiko bencana dan aksesibilitas yang layak dan ramah difabel. Ia juga mulai mengenal perlunya dukungan psikososial bagi penyintas setelah mengalami musibah. Di FPRB Pakembinangun, ia memiliki fokus pada bagian dukungan psikososial. Aslimah juga aktif dalam kegiatan Musrenbang di tingkat Kalurahan. Sebagai salah satu perwakilan kelompok difabel, ia bersyukur karena bisa dilibatkan dalam kegiatan musyawarah tersebut.
Menurutnya, YEU membantunya mengenal apa itu FPRB dan Pengurangan Risiko Bencana. Ia mengikuti berbagai pelatihan kebencanaan seperti manajemen risiko bencana, Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD), pilah data dan kaji cepat, manajemen tempat pengungsian dan dapur umum, serta menyusun Rencana Kontijensi bersama tim FPRB Pakembinangun. Selain itu ia juga terlibat dalam simulasi bencana erupsi Gunung Merapi pada Desember 2023 lalu yang diselenggarakan oleh YEU, BPBD Sleman, dan Kalurahan Pakembinangun.
Aslimah (Pojok kiri) menjadi pembicara dalam Sasana Relawan YEU
Ibu 3 anak ini juga aktif dalam berbagai kegiatan bersama Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) dan Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI). Pelatihan untuk peningkatan keterampilan diikuti, di antaranya merakit barang elektronik, pelatihan membuat kerajinan, serta fotografi untuk penjualan produk. Bersama dengan rekannya di HWDI, ia juga diundang sebagai pembicara dalam kegiatan Sasana Relawan YEU pada 12 Desember 2023 lalu. Ia menceritakan pengalamannya ketika Erupsi Gunung Merapi di tahun 2010. Pada kesempatan itu juga ia menerangkan bahwa ketika di tempat pengungsian, kelompok difabel perlu diperhatikan terkait pemenuhan gizinya. Terlebih lagi karena kelompok difabel membutuhkan tenaga lebih untuk dapat bergerak, berjalan, dan melakukan aktivitas lainnya, karena mereka menggunakan alat bantu yang digunakan untuk mendukung aktivitas mereka.
Harapan ke depan dari Aslimah untuk Pemerintah dan YEU adalah, pendampingan khusus bagi kelompok difabel, seperti pendampingan door-to-door, khususnya untuk kelompok difabel berat dalam hal sosialisasi dan peningkatan kapasitas. Dalam hal pelatihan pengurangan risiko bencana, harapannya jangan cuma berhenti sampai di pelatihannya saja, tapi juga perlu ada praktik dan penerapan di kehidupan sehari-hari. Pemerintah juga diharapkan lebih memperhatikan lagi kebutuhan kelompok difabel dalam hal aksesibilitas pada fasilitas umum.
Media Sosial
@yakkumemergency
yakkumemergency
@YEUjogja