(Foto bersama selesai outbound)
Diakonia adalah salah satu fungsi dan tugas gereja untuk melaksanakan karya-karya Kristus di dunia. Pelayanan Diakonia tidak hanya dilakukan dalam lingkungan gereja namun juga di luar gereja.
Jambore relawan #2 merupakan bagian dari rangkaian kegiatan pelatihan kesiapsiagaan bencana bagi relawan gereja yang telah mengikuti pelatihan bersama YAKKUM Emergency Unit (YEU) sejak tahun 2022. Setelah menyelesaikan rangkaian pelatihan tersebut, para relawan gereja diundang dalam kegiatan jambore yang melibatkan sebanyak 84 peserta dari berbagai gereja.
Kegiatan ini berlangsung selama 3 hari, sejak 3 sampai 5 Agustus 2023, bertempat di Wisma UKDW, Kaliurang, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jambore mengusung tema “Saya Siap Diutus”, kegiatan ini telah menjadi tempat berkumpulnya para relawan-relawan gereja untuk bertukar pikiran, ide, dan gagasan, serta praktik baik terkait penanggulangan bencana.
Saya Menjadi Relawan, Mampu Berkoordinasi dan Siap Diutus
Perwakilan GKI Pondok Indah Jakarta melakukan presentasi praktik baik yang telah dilakukan oleh gereja.
Kegiatan Jambore Relawan Gereja dibuka dengan ibadah yang dipimpin oleh Pendeta Henny Yulianti, Sekretaris Umum Gereja Kristen Indonesia,Sinode Wilayah Jawa Tengah. Dalam ibadah pembuka tersebut, relawan gereja diajak untuk menjadi relawan yang mengerti akan tugasnya. Dalam hal pelayanan, relawan gereja diharapkan menjadi relawan yang memiliki kesiapan dalam melakukan tugasnya. Dalam khotbahnya, Pendeta Henny Yulianti mengajak seluruh peserta untuk menjadi relawan gereja yang mengerti akan tugas dan panggilannya serta siap menjalankan tugas yang dipercayakan kepadanya.
Demikian juga dalam pemaparan yang disampaikan Pendeta Simon Julianto, M.Si, selaku Ketua 1 Pengurus YAKKUM dengan judul Kerelawanan Gereja sebagai Wujud Diakonia dalam Pelayanan Kemanusiaan. Dalam pemaparannya beliau menjelaskan bahwa Keselamatan merupakan bagian penting di dalam iman Kristen yang memusatkan diri pada Kristus sebagai Sang Penyelamat dan karenanya bersifat multidimensional – teologis. Menurut Beliau, kerelawanan adalah kesediaan diri untuk menyerahkan sebagian dari identitas diri secara sadar dalam mengembang tugas-tugas kerelawanan. Menurut Beliau, kerelawanan adalah kesediaan diri untuk menyerahkan sebagian dari identitas diri secara sadar dalam mengemban tugas-tugas kerelawanan. Beliau juga berpesan bahwa relawan gereja tidak perlu khawatir dengan berbagai macam kompetensi yang ada, sebab hal itu akan ditambahkan.
Selanjutnya para peserta Jambore juga dibekali materi Mekanisme Koordinasi Antar Gereja Dalam Respon Bencana yang disampaikan oleh Banu Subagyo, S.H., M.P.A., selaku Ketua Badan Pengarah Jakomkris PBI. Dalam pemaparannya, beliau menyampaikan pentingnya koordinasi antara gereja dengan lembaga-lembaga kemanusiaan lainnya.. Hal ini sangat penting agar dalam melakukan respon tanggap darurat, gereja tidak bekerja sendiri namun bisa membangun jejaring dengan lembaga lain, baik lembaga keagamaan maupun lembaga non keagamaan. Hal ini Menunjukkan bahwa gereja mampu melakukan pelayanan yang holistik dan inklusif dengan tidak membeda-bedakan latar belakang korban bencana. Koordinasi yang baik diperlukan agar kebutuhan dasar penyintas dapat terpenuhi, lembaga Gereja perlu menunjukkan akuntabilitas dalam kegiatan tanggap darurat untuk menumbuhkan kepercayaan dari penerima manfaat dan mitra yang bekerja sama dengan gereja.
Pada sesi terakhir, peserta Jambore diajak mengenal praktik baik kegiatan penanggulangan bencana yang telah dilaksanakan oleh gereja-gereja seperti PB Palma GKJ Ambarrukmo, GKJ Kemadang, Lembaga Diakonia Sinode GITJ, dan GKI Klasis Jakarta II.
Memahami Aksi Ketangguhan dari Hulu Sampai ke Hilir
Kegiatan Field Trip di Komunitas Jeep TLCM Merapi
Agenda hari kedua, yaitu pada Hari Jumat 4 Agustus 2023 merupakan kegiatan kunjungan lapangan atau Field Trip. Peserta Jambore Relawan Gereja #2 diajak untuk memahami bagaimana proses mitigasi dan kesiapsiagaan dilakukan di sekolah dan di pemerintah tingkat desa, serta bagaimana pemulihan kondisi sosial - ekonomi pasca bencana. Kegiatan kunjungan belajar ini dilakukan di SMA Negeri 1 Pakem yang terletak di lereng Gunung Merapi, serta di Kalurahan Pakembinangun. Selanjutnya untuk pembelajaran pemulihan sosial-ekonomi dilakukan di Komunitas Toyota Land Cruiser Merapi (TLCM), dan Hunian Tetap Randu Sari.
SMA Negeri 1 Pakem merupakan Sister School atau sekolah penyangga yang menerima siswa siswi dari sekolah-sekolah yang terdampak erupsi Gunung Merapi untuk sekolah-sekolah lainnya yang terdampak saat terjadi erupsi Gunung Merapi.
Demikian halnya dengan Kalurahan Pakembinangun, sebagai desa penyangga bagi warga yang berasal dari Kalurahan Hargobinangun. Lokasi Kalurahan Pakembinangun sendiri terletak di kawasan risiko bencana Gunung Merapi Bentuk mitigasi yang dilakukan dari Kalurahan itu sendiri yaitu dengan mendirikan Forum Penanggulangan Resiko Bencana (FPRB). FORB sendiri dibentuk untuk mempersiapkan masyarakat Kalurahan agar tanggap dalam menghadapi situasi darurat kebencanaan. Terdapat dokumen-dokumen seperti RPB, RAK serta Rencana Kontijensi yang disusun sebagai acuan bagi relawan saat terjadi keadaan darurat.
Dalam hal pemulihan ekonomi pasca bencana, peserta diajak untuk mengunjungi komunitas Jeep Merapi TLCM. Komunitas ini dibentuk pada tahun 2014 yang menawarkan paket wisata untuk berkeliling ke area yang terdampak erupsi Merapi. Merapi. Seluruh pelaku komunitas ini awalnya adalah petani dan peternak, namun erupsi gunung Merapi tahun 2010 telah membuat usaha mereka hancur sehingga mereka beralih ke mata pencaharian lain sebagai sopir jeep merapi.
Peserta juga diajak untuk mengunjungi komunitas yang terdampak erupsi gunung Merapi dan harus pindah serta tinggal di lokasi relokasi Hunian Tetap Randusari. Hunian Tetap Randusari merupakan salah satu lokasi relokasi para korban bencana Erupsi Gunung Merapi di Tahun 2010 bagi 113 keluarga, namun saat ini hanya terdapat 89 Keluarga yang menempati hunian tetap tersebut.
Penanaman bakau di muara Pantai Trisik
Perjalanan Field Trip ditutup dengan kegiatan penanaman bakau di Pantai Trisik yang merupakan muara Sungai Progo dan Pantai Baros yang merupakan muara Sungai Opak. Kedua Pantai ini merupakan jalan aliran lahar dingin saat Erupsi Gunung Merapi terjadi. Penanaman bakau ini merupakan Upaya untuk pengurangan dampak abrasi dan gelombang pasang yang terjadi di Pantai Trisik dan Baros. Dengan adanya pohon bakau, memungkinkan warga sekitar untuk melakukan budidaya pertanian di pesisir Pantai. Selain itu peserta juga diajak untuk memahami bagaimana perananan Kelompok Sadar Wisata berperan bukan hanya dalam hal peningkatan ekonomi masyarakat melalui sektor pariwisata, tetapi juga terdapat kepedulian dari mereka dalam hal pencegahan dampak perubahan iklim.
Saya Siap Diutus
Penanggulangan Penderita Gawat Darurat sebagai salah satu bagian dari outbound
Menutup rangkaian kegiatan Jambore Relawan Gereja #2, peserta jambore diajak untuk mengikuti sesi outbond pada 5 Agustus 2023. Sesi ini bertujuan untuk meningkatkan keakraban, kekompakan, dan koordinasi antar relawan gereja, sehingga tujuan pelayanan yang tangguh dapat diterapkan oleh para relawan gereja. Pada sesi outbond ini, para relawan gereja diingatkan Kembali terkait materi-materi pelatihan yang telah disampaikan pada Pelatihan Relawan Gereja sejak 2022.
Outbond yang bertemakan “Saya Siap Diutus” ini membangun keterampilan para relawan misalnya dalam pengumpulan data terpilah, Penanggulangan Penderita Gawat Darurat, serta Resusitasi Jantung dan Paru. Outbond ditutup dengan kegiatan membuat tulisan “Saya Siap Diutus” dengan memanfaatkan barang bekas yang tersebar di area outbond, seperti tutup botol plastik, buah pohon pinus, dan sebagainya. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesadaran para relawan gereja terkait kelestarian lingkungan.
Nathanael Dandy (nomor 6 dari kiri menggunakan kaos biru dan celana kuning)
Nathanael Dandy, salah satu peserta Jambore Relawan Gereja menyebutkan bahwa Pengetahuan yang ia dapat ketika mengikuti pelatihan dan jambore Relawan Gereja, membantu ia dan rekan-rekan Majelis Jemaat, juga aktivis gerejanya untuk memiliki kemampuan memetakan ancaman bencana yang mungkin bisa terjadi di sekitar gerejanya. Mereka juga dapat melakukan langkah-langkah preventif untuk mencegah terjadinya bencana.
Ia juga menerangkan, jika gereja mendapat kesempatan untuk mengikuti kegiatan ini saya mendorong setiap gereja untuk dapat mengirimkan utusannya. Bukan karena gereja tersebut berada di wilayah rawan bencana, tetapi dengan menjadi relawan gereja yang siap diutus maka setiap kita bisa menjadi berkat bagi yang dekat maupun yang jauh kepada setiap mereka yang membutuhkan pertolongan tanpa membeda-bedakan latar belakang politik, suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, identitas dan orientasi seksual, status ekonomi, kesehatan fisik maupun mental atau status lainnya. Hal tersebut dapat mendukung Inklusi yang bukan ilusi.
Media Sosial
@yakkumemergency
yakkumemergency
@YEUjogja