Pertemuan CBA 17 di Bangkok, Thailand: Solusi Gerakan Akar Rumput untuk Adaptasi Perubahan Iklim

Foto: CBA17: event highlights

Tahun ini, konferensi internasional Community-Based Adaptation to Climate Change (CBA) ke-17 digelar pada 22-25 Mei 2023 di Bangkok. Di hari terakhir, YAKKUM Emergency Unit berkesempatan mengikuti kegiatan ini mewakili jejaring perempuan akar rumput, Huairou Commission. Event rutin ini diselenggarakan oleh Bill & Melinda Gates Foundation, the International Institute for Environment and Development (IIED), the Global Resilience Partnership, the Asian Disaster Preparedness Center, dan kolaborasi mitra lainnya.

Selama hampir 20 tahun, CBA telah menjadi ruang untuk berbagi pengetahuan, ketrampilan, dan inovasi serta pembelajaran bagi para komunitas praktisi dalam menerapkan kedelapan prinsip kepemimpinan lokal dalam adaptasi perubahan iklim (Locally-Led Adaptation/LLA), strategi dan inovasi untuk mengatasi hambatan yang dialami dalam memperluas aksi-aksi adaptasi. Konferensi ini dihadiri lebih dari 250 peserta dengan latar belakang yang beragam dari organisasi akar rumput, organisasi masyarakat sipil, organisasi internasional, sektor usaha, penyandang dana, jejaring global hingga pemerintah.  Lima tema utama dibahas dalam sesi-sesi diskusi seperti solusi berbasis alam, pendanaan iklim, aksi orang muda untuk adaptasi iklim, inovasi dan dekolonisasi aksi iklim.


Memperluas Aksi Adaptasi yang Dipimpin Aktor Lokal

Foto oleh IIED

CBA 17 menekankan pentingnya LLA sebagai prinsip pembelajaran yang mengedepankan peran aktor di  akar rumput. Aktor lokal sejatinya adalah penggerak komunitas, bukan sekedar penerima manfaat. Praktik dan solusi adaptasi yang dipimpin aktor lokal telah terbukti lebih berkelanjutan.  Meski demikian, bukan berarti masalah komunitas harus diselesaikan sendiri oleh komunitas setempat. Karena itu, setiap aktor berperan dalam kolaborasi dan inovasi. Hal ini terlihat dalam refleksi peserta yang menyebut “Agar berkelanjutan, inovasi harus tetap relevan (dengan kebutuhan masyarakat yang dinamis)”.

Saat ini banyak pihak termasuk penyandang dana mulai menekankan prinsip LLA, dampaknya praktik-praktik adaptasi yang dipimpin aktor lokal semakin meningkat dan diharapkan dapat berkesinambungan. Namun, penting untuk mempertajam empati atas isu yang ada di akar rumput sehingga prinsip ini benar diwujudkan bukan sekedar untuk memenuhi persyaratan penyandang dana.

Di berbagai negara, prinsip LLA telah berhasil diinstitusionalkan dalam perencanaan nasional, sebut saja Nepal melalui Rencana Aksi Adaptasi Lokal (Local Adaptation Plans of Action/LAPA). Ini menjadikan Nepal salah satu negara pioneer yang telah memiliki rencana aksi adaptasi dengan menyertakan prinsip-prinsip LLA di dalamnya. Upaya ini tidak luput dari tantangan. Kapasitas di tingkat lokal masih perlu dikuatkan, serta tidak semua aktor memiliki persepsi yang sama terkait pendekatan ini. Selama berproses sekitar 10 tahun, kemiskinan multidimensi menjadi salah satu faktor yang menghambat proses percepatan pelaksanaan LAPA. Sementara itu, di Filipina, pemerintah melalui Kementerian Sosial berhasil menginstitusionalkan pendekatan pembangunan yang digerakkan masyarakat (Community Driven Development/CDD) melalui program KALAHI – CIDSS yang telah berproses selama 15 tahun. Dari sesi ini, memperluas aksi adaptasi yang dipimpin lokal termasuk dukungan terhadap solusi berbasis alam dan inovasi dilakukan dengan menginstitusionalkan pendekatan LLA baik dalam kebijakan, program, maupun peningkatan kapasitas termasuk tingkat nasional.

 

Aktor Lokal Kaya akan Solusi: Pengalaman dari Dragon's Den Final Pitch

Dragon’s Den menjadi salah satu event yang ditunggu-tunggu pada CBA17. Selama 4 hari, empat innovator mengembangkan ide inovasi untuk mengatasi krisis yang terjadi di komunitas mereka masing-masing. Di hari terakhir, inovator lokal yang berasal dari Filipina, Nepal, Kenya, dan Bangladesh ini mempresentasikan dalam waktu singkat (pitching) ide-ide inovasi aksi adaptasi di hadapan para juri yang merupakan penyandang dana dari Green Climate Fund, UNDP, CISU, dan sebagainya. Ide inovasi yang disampaikan muncul dari keresahan yang dialami di komunitas setempat terkait krisis iklim dan keinginan untuk berkontribusi; misalnya seperti penanaman bibit pohon bagi setiap bayi yang lahir,  sistem filtrasi komunal guna mengurangi biaya pembelian air, penyediaan air bersih secara langsung ke rumah-rumah masyarakat, serta dapur umum terintegrasi guna pengelolaan sampah menjadi biogas dan pupuk untuk tanaman. Dalam presentasinya, keempat inovator memaparkan analisis terhadap konteks, masalah, solusi, hingga rencana aksi yang dilakukan.

Pada sesi ini, inovasi-inovasi tersebut harus dapat memberikan kontribusi secara positif bagi dampak iklim, mendukung pembangunan yang berkelanjutan, memiliki model bisnis yang jelas, dapat direalisasikan, serta berkesinambungan secara finansial. Inovasi tersebut juga harus bisa ditingkatkan skalanya dan memiliki tim yang memenuhi kualifikasi secara pengalaman. Umumnya, pendanaan menjadi kendala terbesar aktor-aktor lokal mewujudkan maupun meningkatkan solusi-solusi adaptasi. Dengan kondisi yang dinamis, seringkali aktor lokal menanggung risiko yang lebih besar mulai dari risiko keselamatan, kegagalan, dan pendanaan untuk mengetes ide mengingat perjalanan inovasi tidak linear. Sementara itu, dari sisi penyandang dana, menemukan proyek yang memenuhi syarat (bankable) tidak semudah yang terlihat. Karena itu, aktor-aktor lain seperti jejaring global sangat berperan menjembatani ruang-ruang interaksi ini, sehingga kesuksesan tidak hanya dilihat dari perspektif penyandang dana, namun sejauh mana solusi memberi manfaat dan relevan bagi komunitas sebagai penggunanya.


Langkah Ke Depan

CBA17 menjadi momen bagi YEU untuk merefleksikan pengalaman kolaborasi dengan aktor lokal untuk ketangguhan terhadap iklim. Setidaknya tiga hal yang perlu secara konsisten dibangun dan dilakukan antara lain memperbanyak ruang-ruang dan mendukung aktor-aktor lokal memimpin aksi adaptasi, mendokumentasikan dan mempresentasikan praktik dan pembelajaran aksi adaptasi yang dipimpin aktor lokal di beragam kesempatan sehingga aksi bisa diperluas baik melalui kolaborasi dengan berbagai pihak dan termasuk pemerintah, serta mendorong relasi kemitraan yang setara.

Empathy is at the heart of Locally-led Climate Action. Investing in ourselves to be flexible and open to learning outside of work will help us do it at work. Engaging for collaboration with communities & have supporting their voices into spaces like #CBA17” Clare Shakya – IIED.