Bersyukur adalah Keterampilan Bertahan Hidup di Pengungsian

Ibu Wiwi Winarti (34) merupakan salah seorang penyintas gempa bumi Cianjur pada tanggal 21 November 2022, yang berasal dari Desa Gasol. Pada saat kejadian, Bu Wiwi bersama Imam (adiknya) dan ibunya sedang berada di teras rumah. Saat sedang duduk di teras tiba-tiba bangunan teras dan tembok tetangga sudah roboh menimbun dirinya dan Iwan. Bu Wiwi sama sekali tidak merasakan getaran gempa dan hanya merasa seakan-akan dilempar setelah akhirnya tertimbun reruntuhan bangunan. 

“Saya sama sekali tidak merasakan ada getaran. Biasanya kan kalau gempa pasti ada getaran. Ini rasanya saya seperti dilempar ke atas. Dan tiba-tiba kami sudah tertimpa bangunan. Saya cuma bisa lihat ibu berusaha untuk nolongin Iwan. Saya juga kalau ditolong nggak bisa. Udah nggak bisa gerakkan kakinya”. Setelah kejadian gempa, beberapa rumah langsung roboh yang menyebabkan warga tidak berani untuk masuk kembali ke rumah. Perlu waktu kurang lebih satu jam untuk menyelamatkan Ibu Wiwi dan segera melarikannya ke rumah sakit. 

Dokter mengatakan Bu Wiwi mengalami patah tulang pada bagian tulang kering dan harus segera dioperasi. Butuh waktu 11 hari untuk Bu Wiwi kembali ke rumah dan 6 bulan untuk masa pemulihan, agar mampu berjalan kembali. Pasca operasi Bu Wiwi masih dihantui rasa ketakutan akibat gempa-gempa susulan yang masih sering terjadi. Hal ini benar-benar membuat Bu Wiwi tertekan karena dirinya masih berada pada tahap pemulihan dan belum mampu untuk berjalan. 

“Waktu di rumah sakit itu 11 hari. Mungkin kalau bisa jalan, saya sudah lari aja maunya. Kalau ada getaran maunya lari. Tapi apa boleh buat, jadi saya selalu merasa takut waktu di rumah sakit”. 

Setelah kembali dari rumah sakit, tidak banyak yang bisa dilakukan Bu Wiwi terutama ketika masih terjadi gempa-gempa susulan yang mengharuskannya tinggal di tenda darurat. Kegiatan sehari-hari Bu Wiwi menjadi sangat terbatas, bahkan memerlukan bantuan suami atau saudaranya hanya untuk pergi ke kamar mandi. Dalam satu tenda komunal yang dihuni oleh Bu Wiwi, ada kurang lebih 20 orang. Sehingga sering mereka berbagi kebutuhan pokok bersama terutama kebutuhan kebersihan diri atau bahkan selimut karena saat ini musim penghujan. 

Bu Wiwi menerima paket perlengkapan hunian (shelter kit) dan perlengkapan kebersihan diri (hygiene kit) yang diberikan oleh YEU melalui dukungan ACT Alliance. Beliau merasa sangat bersyukur karena bisa menerima paket bantuan dari YEU. Sebelumnya Bu Wiwi membantu ekonomi keluarganya dengan berjualan keripik, namun setelah gempa Bu Wiwi tidak bisa lagi beraktivitas seperti biasanya. Hal ini menyebabkan Bu Wiwi dan keluarganya kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar, terlebih ketika mereka harus di tenda komunal. Meskipun warga di posko pengungsian masih mendapatkan bantuan untuk makanan, namun hal ini tidak berlaku untuk kebutuhan kebersihan. 

Paket kebersihan diri yang diterima Bu Wiwi benar-benar bermanfaat karena selama di tenda pengungsian kebutuhan untuk mencuci baju menjadi lebih meningkat. Barang-barang kebersihan diri yang selama ini dipakai di rumah tidak lagi bisa digunakan karena sudah tertimbun reruntuhan. Sementara untuk membeli kebutuhan kebersihan dibutuhkan uang yang tidak sedikit pula. Oleh karena itu Bu Wiwi merasa sangat bersyukur karena pada keadaan yang seperti ini kebanyakan bantuan yang diterima berupa makan, sehingga dirinya tidak menyangka akan menerima paket kebersihan diri. 

Paket shelter kit juga sudah digunakan sepenuhnya oleh keluarga Bu Wiwi. Terpal yang didapatkan langsung digunakan untuk menambah lapisan pada tenda agar tenda bisa lebih hangat saat terjadi hujan atau angin kencang. Matras langsung menjadi alas tidur Bu Wiwi, karena ketika langsung tidur di atas tanah, kaki Bu Wiwi menjadi lebih sering ngilu. Tali yang didapatkan dimanfaatkan Bu Wiwi untuk mengikat terpal dan sisanya untuk menjemur pakaian.