Kepemimpinan oleh Anak Muda dalam Respons di Gempa Cianjur

Saat tanggap darurat bencana, peran seorang pemimpin sangat dibutuhkan untuk merangkul masyarakat untuk dapat saling mendukung dalam situasi yang sulit. Hal ini terlihat dari sosok Pipit Pitriadi atau yang lebih akrab disapa Pipit (27), seorang relawan YAKKUM Emergency Unit (YEU) dan koordinator di salah satu pos pengungsian di Desa Gasol, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur. Usia yang terbilang muda dan semangat membantu yang tinggi, membuatnya konsisten membantu penyintas yang berada di desanya. 

Pada 21 November 2022, gempa besar terjadi di Cianjur yang merenggut 334 korban jiwa (data BNPB) yang membuat desanya luluh lantak. Desa Gasol merupakan salah satu desa yang paling parah terkena dampak gempa bumi. Tidak mau tinggal diam, Pipit memutuskan untuk mengambil tindakan. Saat bekerja sama dengan tim YEU, Pipit sudah mengemban amanah menjadi koordinator pos pengungsian Masjid Al-Ikhlas selama dua minggu, dan bersama tim YEU membantu melakukan kaji kebutuhan darurat di desanya.

Dalam proses pendistribusian bantuan dan pengumpulan data, Pipit seringkali dibantu oleh timnya yang didominasi oleh anak muda. Menurutnya, anak muda bisa diajak bekerja sama dan bergerak dengan cepat dalam distribusi. Sebagai koordinator pos pengungsian yang relatif masih muda, ia bisa membagi tugas dan saling bertukar pikiran dalam kegiatan kerelawanan. Alasan terbesar Pipit untuk menjadi koordinator pos pengungsian adalah kepedulian dan perasaan iba melihat warga yang harus mengungsi di tenda-tenda darurat. 

Gambar 1: Pipit sedang berbicara dengan staff YEU

Menjadi koordinator pos pengungsian, banyak tantangan yang dihadapi Pipit seperti perasaan Stress. Kadang warga tidak kondusif pas pembagian sembako. Awal-awal susah buat diatur dan harus ada peran dari orang yang dituakan. Kadang dapat masukan dari relawan luar, sehingga jadi lebih ikhlas dan ridho (menjalaninya). Tantangan lainnya, ya (merasa) kaget karena belum ada pengalaman dan belum tahu harus ngapain. Tapi perlahan-lahan semakin terbiasa”, ucap Pipit disela-sela percakapan dengan tim  YEU pada saat melakukan kunjungan ke Desa Gasol.

Sebelum bencana terjadi di Kabupaten Cianjur, Pipit bekerja sebagai engineer yang melakukan perawatan gedung di Jakarta. Pada bulan November 2021, ia dikeluarkan dari pekerjaannya karena kecelakaan yang menyebabkan tangannya patah. Pipit sempat meminta surat izin cuti kerja ke perusahaan tempat dia bekerja namun tetap tidak diizinkan dan akhirnya keluar. Saat kembali ke Desa Gasol Pipit memutuskan membantu ibunya menggarap sawah mereka. Ayah Pipit sudah meninggal, ia pun menjadi satu-satunya harapan keluarganya untuk mencari nafkah. Peristiwa Gempa Cianjur turut berdampak pada Pipit sekeluarga. Gempa merusak sebagian bangunan rumah yang mereka tinggali. Pipit bersyukur masih bisa berkumpul bersama keluarga walaupun dalam situasi yang sulit.

Saat ini, Pipit dan timnya mulai mengajak warga desa untuk melakukan bersih lingkungan dan memilah sampah di tenda pengungsian. Sampah di tenda pengungsian menjadi permasalahan baru bagi warga desa karena belum dikelola secara baik, sehingga sampah desa yang tidak sempat diangkut akan mereka dibakar. Pipit berharap kepada pemerintah dalam respons tanggap darurat bencana di Kabupaten Cianjur, untuk turut fokus pada pengelolaan sampah di pengungsian dan membantu prosedur penerimaan bantuan agar lebih mudah dan tidak dipersulit. “Kami sering mendengar janji dari pemerintah desa. Kepala desa juga melakukan kaji kebutuhan masyarakat di pos pengungsian, namun belum terealisasi”.

Di akhir percakapan dengan tim YEU bersama Pipit, Ia berpesan kepada anak muda di Cianjur agar saling bekerja sama dan membantu. “Dalam situasi sulit, sifat egois harus diredam karena kita sama-sama terkena musibah. Untuk tim relawan posko tetap semangat. Tingkatkan kepedulian kita terhadap masyarakat yang terdampak dan yang paling penting adalah (jaga) kekompakkan”. (Yosz/YEU)